KOMISI VI/DPR RI – Mayoritas pekerja Indonesia ternyata belum terdidik dan terlatih, sehingga menurunkan daya tawarnya di hadapan para pengusaha atau pemberi kerja.Pemerintah harus memberi perhatian atas kenyataan ini, terutama bagi pekerja Indonesia di luar negeri.
Demikian terungkap dalam diskusi Dialektika Demokrasi yang membincang soal buruh di Media Center DPR RI, Kamis (28/4). Diskusi ini sekaligus sebagai refleksi jelang hari buruh internasional pada awal Mei ini. Hadir sebagai pembicara Anggota Komisi VI Rieke Diah Pitaloka, Eko Darwanto (Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan), dan Siti Zuhro (pengamat politik LIPI).
Menurut Rieke, upah pekerja di Indonesia umumnya masih rendah dan bahkan belum menyentuh rasa keadilan. Selalu ada kesenjangan upah di lingkungan kerja yang dirasakan para pekerja. Yang paling ironis ketika para pekerja di BUMN ternyata tak kalah kecilnya dalam menrima upah seperti para pekerja di sektor swasta. “Mestinya BUMN harus menjadi garda terdepan dalam memperlakukan aturan ketenagakerjaan. Bahkan, pekerja outsourcing juga masih banyak di BUMN,” kata Anggota F-PDI Perjuangan ini.
Saat rapat dengan Kementerian Perindustrian, Rieke juga mengaku sudah menyerukan pemrintah agar melindungi para pekerja BUMN di sektor industri. Pada bagian lain, Rieke juga mengungkapkan, pada peringatan hari buruh, ada banyak isu yang akan disuarakan. Persoalan upah masih menjadi isu utama. Dahulu, di zaman Orde Lama, peringatan hari buruh diperingati oleh Bung Karno di istana. Kini, malah buruh yang mendatangi istana.
Sementara itu, Eko Darwanto mengatakan, masih ada disharmoni antara pekerja dan pengusaha. Disharmoni itu lagi-lagi soal upah. Hal ini diakui pula oleh pengamat politik Siti Zuhro. Ada pola relasi yang perlu dirubah antara pekerja dan pengusaha. Keduanya harus saling memberdayakan. Dan diakui, pemerintah jauh lebih dekat kepada pengusaha daripada kepada buruh. “Fairness mesti ditegakkan dalam pola relasi ini,” ucap wiwi-sapaan akrab Siti zuhro. (mh)
Sumber : www.dprri.go.id – foto: kresno/hr.