SETWAN – Adanya ancaman demam berdarah yang mengintai nyawa warga Kabupaten Kediri manjadi perhatian serius kalangan DPRD Kabupaten Kediri. Karena selama 2019 ada 27 orang meninggal akibat demam berdarah dari 1.378 penderita demam berdarah positif. Kondisi seperti ini harusnya bisa ditangani dengan baik.
H.Mundhofir Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Kediri mengharapkan penanganan lebih intensif lagi karena trend yang terpapar DB di Kabupaten Kediri ada peningkatan yang tinggi dari penderita atau jumlah yang meninggal. Terlebih pada musim hujan kecenderungan db menyebar cenderung naik angkanya.
Politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Kediri menambahkan sosialisasi cegah nyamuk demam berdarah harus terus berkelanjutan dan kampanye pembasmian sarang nyamuk perlu diteruskan hingga tak boleh berhenti. Jangan sampai terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) terulang seperti tahun kemarin.
“Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri harus bisa bersinergi mengkampanyekan cegah demam berdarah ini secara berkelanjutan tanpa henti. Bahan bahan pemberantas sarang nyamuk seperti Malation dan Abate cukup tersedia dan warga bisa menggunakan dengan gratis dan ini harus dilaksanakan dengan jadwal yang tepat,” ujarnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri merilis data pasien penderita demam berdarah (DB) dalam kurun waktu tahun 2019. Sampai dengan akhir bulan November tahun ini, penderita demam berdarah tercata mencapai 1.378 pasien, dan 27 diantaranya meninggal dunia.
Adapun jumlah penderita selama 2019 adalah,Januari 615, Pebruari 398,Maret 208, April 67, Mei 35,Juni 18, Juli 10, Agustus 7, September 7 Oktober 4 dan Nopember 4.Dari jumlah tersebut, angka tertinggi berada pada bulan Januari dengan 615 pasien dinyatakan positif terjangkit demam berdarah. Disusul pada bulan Pebruari mengalami penurunan dengan 398 pasien, dan berangsur menurun hingga menjelang penghujung tahun.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, dr Bambang Triyono Putro menuturkan, jumlah tertinggi penderita demam berdarah didominasi usia 5 hingga 14 tahun, sebesar 54 persen. Disusul dengan kelompok usia usia 15 hingga 48 mencapai 32 persen. Selebihny adalah kelompok umur 0 hingga 1 tahun hanya 2 persen, 1 hingga 4 tahun 10 persen, dan usia lebih dari 48 tahun hanya mencapai 2 persen.
“Untuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) harus tetap dikedepankan. Adapun obat pangasapan berupa Malation yang ada Dinkes selama 2019 tersedia 700 liter dan sudah didistribusikan di 37 Puskesmas sebanyal 500 liter. Sedangkan Abate tersedia 700 kilogram dan didistribusikan 500 kilo ke Puskesmas,” ujarnya.
Mantan Kepala Puskesmas Wates ini menambahkan, masyarakat bisa mendapatkan Malation atau Abate secara gratis di Puskesmas terdekat. Namun harus melalui prosedur yang berlaku, yakni permohonan melalui perangkat desa dan diteruskan ke Puskesmas, yang akan mengirimkan petugas untuk melakukan pengasapan.(tim)